Mempertanyakan Status Bencana Sinabung

21.01
Gunung SInabung


Ibarat yang diketahui, semenjak 2013 silam, Sinabung telah ratusan kali menawarkan beraneka kesibukan vulkanisnya. Sinabung sejatinya merupakan bukit api non aktif semenjak ratusan tahun silam. Sinabung yang sudah tak lama tak aktif lalu terbangun pada 2010 lantas. Letusan pertamanya semenjak ratusan tahun tanpa aktifitas diperkirakan terjadi risiko proses subduksi yang bergejolak di jalur patahan lempeng Eurasia & Indo Australia yang menjajar di sepanjang pantai barat Sumatera. Kini, Sinabung sudah lebih dari 2 tahun meletus tanpa memperlihatkan gejala berhentinya kesibukan vulkanis.

Hari ini, jum�at (5per6). Sinabung kembali meletus. Sudah kian dari satu minggu terakhir, bukit api yang berada di Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara itu kembali menyembulkan awan panasnya ke udara. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah sementara pengungsi kali ini menggapai angka 2.727 jiwa yang berasal dari empat Desa, yaitu Desa Tiga Pancur (963 jiwa), Desa Gurukinayan (1.108 jiwa), Desa Pintu Besi (256 jiwa), & Desa Berastepu (400 jiwa).

Status lembah Sinabung semenjak Selasa (2per6) memang telah dinaikkan dari Waspada menjelma Awas. Aktivitas vulkanis yang berlangsung di dalam perut Sinabung semakin meningkat semenjak akhir Mei silam. Berdasar atas data yang dihimpun, volume kubah lava di Puncak Sinabung telah mencapai 3 juta meter kubik. Guguran lava panas berwarna merah menyala terus terjadi sejak peningkatan status aktifitas Sinabung membuat Awas.

Lalu yang menciptakan dilema merupakan, para pengungsi yang terdampak oleh letusan Sinabung ibarat terkatung oleh status bencana Sinabung yang belom ditetapkan membuat bencana nasional. Padahal andaikan bencana nasional sudah dideklarasikan demi letusan Sinabung, akan ada anggaran khusus dari APBN yang dialokasikan demi penanganan yang makin baik bagi ribuan korban bencana letusan Sinabung.Banyak pihak yang mendesak deklarasi Sinabung sebagai bencana nasional mengingat derita berkepanjangan yang sudah pasti dirasakan oleh para pangungsi Sinabung setelah hampir 2 tahun Sinabung bergejolak tanpa ada tanda berhenti. Melainkan sayangnya, BNPB dan pemerintah sepertinya masih enggan buat meningkatkan status bencana Sinabung, setidaknya hingga hari ini.BNPB melalui Deputi Bidang Penanganan Darurat, Tri Budiarto mengatakan bagai yang dirilis oleh portal JPNN bahwa yang terpenting penanganan pengungsi Sinabung sudah dalem situasi manajemen bencana yang baik oleh Pemkab Karo & Pemprov Sumut.

Desakan buat meningkatkan status bencana Sinabung pun dianggap belum diperlukan bagi para pengungsi. Tri mengatakan bahwa Pemprov Sumut serta Pemkab Karo masih nyala mengurusi para pengungsi, dana daerah buat pengungsi Sinabung pun masih dianggap cukup untuk melengkapi kebutuhan ribuan pengungsi.

Respons setengah hati oleh pemerintah tengah ini disayangkan oleh marak pihak, sebab tata cara bencana sesungguhnya yakni tanggung jawab bersama. Melihat situasi Sinabung yang masih bergejolak entah sampai-sampai kapan, seharusnya menjabat perhatian utama. Pemerintah tengah dibutuhkan sigap mengeluarkan dan menetapkan status yang lebih terang bagi situasi bencana Sinabung. Anggaran kebencanaan dari tengah jelas diharapkan untuk menghidupi para pengungsi menurut makin layak. Tak bisa menaruh harap oleh sebab itu saja atas Pemerintah Provinsi serta Pemerintah Kabupaten, manajemen bencana yaitu tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat.

Miris rasanya melihat gerak kemanusiaan komunitas di Indonesia yang bergerak cepat pada saat melihat pengungsi Rohingya, namun apakah kita menyadari bahwa tak jauh dari kamp pengungsi Rohingya di Aceh, ada ribuan pengungsi Sinabung yang sudah kian dari dua tahun tak memiliki rumah? Tak bisa menikmati aktif yang normal? Sadarkah kita bahwa mereka di Sinabung ialah saudara kita pula? (ijal)

Sumber
Previous
Next Post »
0 Komentar